Rabu, 22 April 2015

kesadaran agama pada remaja





PENDAHULUAN
       I.            Latar belakang masalah
Banyak orang yang bilang bahwa masa remaja adalah masa  gemilang, karena masa remaja adalah fase dimana sesorang manusia akan mempersiapkan dirinya  yang berperan sebagai khalifah dimuka bumi ini dengan kesadaran akan tanggung jawab terhadap sesama makhluk dan meneguhkan pengabdiannya kepada Allah melalui aktifitas amar ma’ruf dan nahi munkar.
Namun kenyataan dilapangan justru kelompok remajalah yang mempunyai tingkat kenakalan dan kerusakan terbesar, dengan adanya kegoncangan internal dalam dirinya. Secara teori hal itu dikarenakan beberapa faktor diantaranya karena fase remaja berada dalam masa peralihan dari fase anak-anak menuju tingkat remaja sehingga banyak terjadi gap yang sering tidak diketahui oleh orang-orang yang ada disekitarnya.
Hal ini yang membuat masalah ini menarik untuk dikaji, dimana pendidikan sebagai usaha sadar yang sistematis dan terstruktur dalam rangka mengembangkan potensi yang ada dalam diri manusia[1], harus mampu mengatasi masalah-masalah tersebut.
Sehingga dalam makalah ini penulis mencoba menganalisis dari perkembangan rasa agama remaja kemudian implikasinya terhadap pendidikan agama islam dengan mempertimbangkan bebeapa aspek rasa agama pada fase remaja.


    II.            Rumusan masalah
1.      Bagaimana kriteria kesadaran keberagamaan pada fase remaja ?
2.      Aspek-aspek perkembangan rasa agama pada fase remaja
3.      Bagaimana implikasinya terhadap pendidikan agama ?

 III.            Manfaat penulisan
Setelah mengetahui mengetahui criteria kesadaran  keberagamaan fase remaja, sehingga diharapkan kita sebagai praktisi pendidikan mampu menciptakan formula baru dan mempunyai dasar menyusun materi serta strategi yang tepat dalam mengatasi permasalahan rasa keagamaan yang terjadi pada anak usia remaja.

PEMBAHASAN
A.    Kesadaran Beragama pada Masa Remaja
Sejalan dengan jiwa remaja yang berada dalam masa transisi dari fase anak-anak menuju kedewasaan, maka kesadaran beragama fase remaja berada pada fase peralihan dari kehidupan beragama anak-anak menuju kemantapan beragama. Disamping keadaan jiwanya yang labil dan mengalami kegoncangan, daya pemikiran abstrak, logic dan kritik mulai berkembang, motivasinya mulai otonom dan tidak dikendalikan oleh dorongan biologis semata. Hal ini yang membuat keadaan jiwa remaja yang mudah goyah, timbul kebimbangan, kerisauan dan konflk batin. Selain itu juga remaja mulai menemukan pengalaman dan penghayatan ketuhanan yang bersifat individual dan sukar digambarkan kepada orang lain seperti dalam pertobatan.
Ciri-ciri kesadaran beragama yang menonjol pada masa remaja ialah[2]:
a.      Pengalaman ketuhananannya masih bersifat individual
Remaja makain mengenal dirinya. Ia menemukan “diri”nya bukan hanya sekedar badan jasmaniah, tetapim merupakan suatu kehidupan psikologis rohaniah berupa “pribadi”. Remaja bersifat kritis terhadap dirinya sendiri dan segala sesuatu yang menjadi milik pribadinya. Alam Penghayatan penemuan diri pribadi ini dinamakan “individuasi”, yaitu adanya garis pemisah yang tegas antara diri sendiri dan bukan diri sendiri, antara akua dan bukan aku, antara subjeek dan dunia sekitar.
Penemuan diri pribadinya sebagai sesuatu yang berdiri sendiri menimbulkan rasa kesepian dan rasa terpisah dari pribadi lainnya. Dalam rasa kesendiriannya, si remaja memerlukan kawan setia atau pribadi yang mampu menampung keluhan-keluhannya, melinddungi, membimbing, mendorong, dan memberi petunjuk jalan yang dapat mengembangkan kepribadiannya. Pribadi yang demikian sempurna itu sukar ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam pencariannya munkin si remaja menemukan tokoh ideal, akan tetapi tokoh ideal ini pun tidak sempurna. Si remaja dapat menemukan berbagai macam pandangan, ide, dan filsafat hidup yang mungkin bertentangan dengan keimanan yang telah menjadi bagian dari pribadinya.
Hal ini dapat menimbulkan kebimbangan dan konflik batin yang merupakan suatu penderitaan. Secara formal dapat menambah kedalaman alam perasaan, akan tetapi sekaligus menjadi bertambah labil. Ia sangat menderita dalam keadaan demikian, sehingga pada umumnya suasana jiwa dalam keadaan murung dan risau.
Keadaan labil yang menekan menyebabkan si remaja mencari ketentraman dan pegangan hidup. Hal itu yang menjadikan si remaja berpaling kepada tuhan sebagai satu-satunya pegangan hidup, pelindung, dan penunjuk jalan dalam kegoncangan psikologis yang dialaminya. Si remaja menemukan semua yang dibutuhkan itu dalam keimanan kepada tuhan. Bila ia telah beriman kepada tuhan berarti telah menemukan pegangan hidup dan sumber kesempurnaan yang dicarinya.
b.      Keimanannya makin menuju realitas yang sebenarnya
Remaja mulai berintropeksi diri, ia sibuk untuk bertanya-tanya pada orang lain tentang dirinya, tentang keimanan, dan kehidupan agamanya. Si remaja pun mulai mengerti bahwa kehidupan ini tidak hanya seperti yang dijumpainya secara konkret, tetapi mempunyai makna lebih dalam.
Gambaran tentang dunia pada masa remaja menjadi leb ih luas dan lebih kaya, karena tidak saja meliputi realitas yang fisik, tetapi mulai melebar kedunia dalam yang psikis dan rohaniah. Ia menghayati dan mengetahui tentang agama dan makna kehidupan beragama. Hal ini dapat menimbulkan usaha un tuk menganalisis pandangan agamanya serta mengilahnya dalam perspektif yang lebih luas dan ritis, sehingga pandangan hidupnya lebih otonom.
Dengan berkembangnya kemampuan berfikir secara abstrak, si remaja mampu pula menerima dan memahami ajaran agama yang berhubungan dengan masalah ghaib, abstrak dan rohaniah, seperti kehidupan alam kubur, surga, neraka, malaikat, jin, dan lainnya kemudian pemahaman itu meningkat bagaimana mengetahui tentang sifat-sifat tuhan yang tadinya oleh si remaja disejajarkan dengan sifat-sifat manusia berubah menjadi lebih abstrak dan mendalam.
c.       Peribadatan mulai disertai penghayatan yang tulus
Agama adalah pengalaman dan penghayatan dunia dalam seseorang tentang ketuhanan disertai keimanan dan peribadatan. Pengalaman dan penghayatan itu merangssang dan mendorong individu terhadap hakikat pengalaman kesucian, penghayatan “kehadiran” tuhan atau sesuatu yang dirasakannya supranatural dan di luar batas jangkauan dan kekuatan manusia. Keimanan akan timbul menyertai penghayatan ke-Tuhanan, sedangkan peribadatan yakni sikap dan tingkah laku keagamaan merupakan efek dari adanya penghayatan ke-tuhanan dan keimanan. Peribadatan merupakan bentuk realisasi keimanan.
Ibadah dalam arti luas adalah seluruh kehendak, cita-cita, sikap dan tingkah laku manusia yang berdasarkan penghayatan ke-Tuhanan disertai dengan niat atau kesengajaan yang ikhlas karena dan demi allah. Beribadah berarti melaksanakan semua perintah tuhan sesuai dengan kemampuan dan meninggalkan seluruh larangan-Nya dengan niat yang ikhlas. Unsure niat atau kesengajaan merupakan salah satu peentu berpahala tidaknya perbuatan dan tingkah laku sehari-hari.
Perpecahan dan kegoncangan kepribadian yang dialami remaja terlihat pula dalam lapangan peribadatan.  Ibadahnya secara berganti-ganti ditentukan oleh sikap terhadap dunia dalam dirinya sendiri. Ia sering tidak tahu sendiri, apa kemauannya. Kalau hari ini ia ingin melakukan sesuatu, esoknya ia telah berpaling lagi pada hal lain. Kalau hari ini ia ingin sholat khusyuk, esoknya ia tidak sholat lagi. Si remaja dapat menjadi seorang yang kelihatan paling beragama dengan melakukan ibadah yangintensif, seperti berpuasa berhari-hari, membaca Al-Qur’an berjam-jam atau berdoa setiap malam. Hal ini dimungkinkan oleh adanya dorongan hidup yang meluap-luap. Tetapi dapat pula si remaja menjadi orang yang menghindari peribadatan. Ia menolak pengikatan norma-norma agama, menolak keharusan-keharusan agama, malahan ingin mencoba melanggar larangan agama.
Pada masa remaja dimulai pembentukan dan perkembangan suatu system moral pribadi sejalan dengan pertumbuhan pengalaman keagamaan yang individual. Melalui kesadaran beragama dan pengalaman ketuhanan akhirnya remaja akan menemukan tuhannya, yang berarti menemukan kepribadiannya. Kesadaran beragamanya menjadi otonom, subjektif dan mandiri, sehingga sikap dan tingkah lakunya merupakan pencerminan keadaan dunia dalamnya, penampilan keimannan dan kepribadian yang mantap.  
B.     Aspek-aspek perkembangan fase remaja
1)      Perkembangan fisik (termasuk perkembangan psikoseksual)
Masa remaja ditandai dengan percepatan pertumbuhan fisik. Pertumbuhan perkembnagan fisik pada akhir masa remaja menunjukan terbentuknya remaja laki-laki sebagai bentuk khas laki-laki dan remaja perempuan menjadi bentuk khas perempuan.
Perkembangan fisik yang pesat pada diri remaja selalu diiringi dengan perkembangan psikoseksual, yang dalam hal ini akan dibahas meliputi[3]:
a)      Tanda-tanda pemaksaan seksual
Bersamaan dengan kematangan perkembangan fisik juga organ-organ seksual berkembang menjadi masak. Pada masa remaja ini nampak tanda-tanda perkembangan seksual primer dan sekunder. Tanda-tanda pemaksaan seksual primer adalah pemaksaan pada organ tubuh yang langsung berhubungan dengan pertumbuhan dan proses reproduksi, sedang tanda-tanda pemaksaan seksual sekunder, menunnjukan tanda-tanda khas sebagai laki-laki dan sebagai perempuan.
b)      Perbedaan kriteria pemaksaan seksual
Perbedaan kriteria pemaksaan seksual pada perempuan nampak lebih jelas dibanding laki-laki, pada perempuan ditandai dengan menarche (haid pertama), dan pada laki-laki ditandai adanya ejakulasi awal atau wet dream atau al-ihtilam.
c)      Perkembangan percintaan remaja
Seiring dengan kematangan seksual, menurut garrison (sunarto & Agung hartona, 1994) seorang remaja akan mengalami jatuh cinta didalam masa kehidupannya pada usia belasan tahun. Dalam perkembangan fisik pada usia tersebut telah mencapai kematangan seksual yang mempengaruhi seksual dan perkembangan sosialnya.
C.    Implikasi dalam pendidikan agama islam
1.      Karakteristik Pelajaran Pendidikan Agama Islam
Setiap mata pelajaran memiliki karakteristik tertentu yang membedakan dengan plajaran yang lain. Demikian halnya, mata pelajaran pendidikan agama Islam memiliki karakteristik sebagai berikut:
a)         Pendidikan agama Islam merupakan mata pelajaran yang dikembangkan dari ajaran pokok (dasar) yang terdapat dalam agama Islam.
b)         Dilihat dari segi muatanya, pendidikan agama Islam merupakan mata pelajaran pokok yang menjadi satu komponen yang tidak dapat dipisahkan dengan mata pelajaran yang lain yang betujuan untuk meningkatkan potensi spiritual dan membentuk peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia. Karena itulah semua pelajaran yang memiliki tujuan tersebut harus seiring dan sejalan dengan yang ingin dicapai oleh Pendidikan Agama Islam (PAI).
c)         Pendidikan agama Islam adalah mata pelajaran yang tidak hanya mengantarkan peserta didik dapat menguasai berbagai kajian keislaman, tetapi pendidikan agama Islam lebih menekankan bagaimana peserta didik mampu menguasai kajian keislaman tersebut sekaligus dapat mengamalkan dalam kehidupan sehari-hari di tengah-tengah masyarakat. Dengan demikian, pendidikan agama Islam tidak hanya menekankan aspek kognitif saja, tetapi lebih penting pada aspek afektif dan psikomotoriknya.
d)         Secara umum mata pelajaran pendidikan agama Islam didasarkan pada ketentuan-ketentuan yang ada pada dua sumber pkok Islam, yaitu Al-Qur’an dan Sunnah. Dengan metode ijtihat para ulama mengembangkan prinsip-prinsip Pendidikan agama Islam tersebut dengan lebih rinci dan detail dalam bentuk fiqh dan hasil-hasil ijtihat lainya.
e)         Prinsip-prinsip dasar pendidikan agama Islam tertuang dalam tiga kerangka dasar Islam, yaitu akidah, syariah dan akhlak. Akidah merupakan penjabaran dari konsep iman, syariah merupakan menabaran dari konsep Islam, syariah mempunyai dua dimensi pokok, yaitu ibadah dan muamalah, dan akhlak merupakan penjabaran dari konsep Ihsan. Dan ketiga prinsip dasar itulah berkembang berbagai kajian keislaman.
f)         Tujuan akhir dari mata pelajaran agama Islam di setiap jenjang pendidikan dirumuskan dalam berbagai redaksi, tetapi intinya adalah terbentuknya peserta didik yang memiliki akhlak mulia.
g)         Karena itulah maka Pendidikan agama Islam mrupakan mata pelajaran wajib yang harus diikuti oleh setiap peserta didik, terutama yang beragama Islam, atau yang beragama lain yangdidasari dengan kesadaran yang tulu dalam mengikutinya.[4]
2.      Implikasi dalam proses pembelajaran remaja
Pertumbuhan fisik remaja yang sangat pesat seringkali menimbulkan gangguan regulasi, tingkah laku dan bahkan keterasingan dengan diri sendiri. Untuk itu perlu adanya kegiatan-kegiatan olahraga untuk menyalurkan energi lebih yang dimilikinya.
Setelah mempertimbangkan kesadaran beragama pada fase remaja, kemudian pada aspek-aspek perkembangannya, Mengenai pengembangan aspek intelektual, kondisi psikologis yang perlu diciptakan dalam pendididkan adalah:
1.      Menerima peserta dididik (remaja) apa adanya tanpa syarat
2.      Menciptakan suasana yang membuat remaja merasa tidak terlalu dinilai
3.      Memahami kerangka berfikir remaja dan mampu menempatkan diri dalam dirinya (empati)
4.      Tidak lagi seorang pendidik bertugas bagaimana mengkongkritkan suatu materi, namun sudah sampai pada tahap pengenalan dan penanaman nilai dengan mempertimbangkan karakteristik remaja yang sudah mampu berfikir abstrak
Adapun untuk mengembangkan emosi remaja, inervensi edukaif yang dapat dilakukan salah satunya adalah dengan Self Science Curriculum[5], yaitu belajar mengembangkan diri, mengambil keputusan pribadi, mengelola perasaan, menangani stress berempati, berkomunikasi, membuka diri, mengembangkan pemahaman, menerima diri sendiri, mengembangkan tanggung jawab pribadi, mengembangkan ketegasan, dinamika kelompok, dan menyelesaikan konflik.




[1] Hasil perkuliahan dalam kelas dengan dosen pengampu Susilaningsih
[2] Abdul aziz ahyadi. Drs, psikologi agama (kepribadian muslim pancasila), Bandung: Sinar baru Algesindo, cet V 2005, hlm 44.
[3] Wiji hidayati & Sri Purnami, psikologi perkembangan, Yogyakarta: teras, 2008, hlm. 143
[4]Ichsan, 2007.”Prinsip Pembelajaran Tuntas mata pelajaran PAI”, Jurnal Pendidikan Agama Islam, Vol.IV,No. 1, 2007, Yogyakarta: Jurusan PAI Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga.  hal. 42-42

[5]
Reaksi: 
0 komentar:
Post a Comment
Top of Form
Bottom of Form
TwitterDeliciousFacebookDiggStumbleuponFavoritesMore
ABOUT ME
My Photo
apakah tujuan hidupmu?
Total Pageviews
POTRET PENDIDIKAN
Loading...

kegoncangan internal dalam dirinya. Secara teori hal itu dikarenakan beberapa faktor diantaranya karena fase remaja berada dalam masa peralihan dari fase anak-anak menuju tingkat remaja sehingga banyak terjadi gap yang sering tidak diketahui oleh orang-orang yang ada disekitarnya.
Hal ini yang membuat masalah ini menarik untuk dikaji, dimana pendidikan sebagai usaha sadar yang sistematis dan terstruktur dalam rangka mengembangkan potensi yang ada dalam diri manusia[1], harus mampu mengatasi masalah-masalah tersebut.
Sehingga dalam makalah ini penulis mencoba menganalisis dari perkembangan rasa agama remaja kemudian implikasinya terhadap pendidikan agama islam dengan mempertimbangkan bebeapa aspek rasa agama pada fase remaja.

    II.            Rumusan masalah
1.      Bagaimana kriteria kesadaran keberagamaan pada fase remaja ?
2.      Aspek-aspek perkembangan rasa agama pada fase remaja
3.      Bagaimana implikasinya terhadap pendidikan agama ?

 III.            Manfaat penulisan
Setelah mengetahui mengetahui criteria kesadaran  keberagamaan fase remaja, sehingga diharapkan kita sebagai praktisi pendidikan mampu menciptakan formula baru dan mempunyai dasar menyusun materi serta strategi yang tepat dalam mengatasi permasalahan rasa keagamaan yang terjadi pada anak usia remaja.

PEMBAHASAN
A.    Kesadaran Beragama pada Masa Remaja
Sejalan dengan jiwa remaja yang berada dalam masa transisi dari fase anak-anak menuju kedewasaan, maka kesadaran beragama fase remaja berada pada fase peralihan dari kehidupan beragama anak-anak menuju kemantapan beragama. Disamping keadaan jiwanya yang labil dan mengalami kegoncangan, daya pemikiran abstrak, logic dan kritik mulai berkembang, motivasinya mulai otonom dan tidak dikendalikan oleh dorongan biologis semata. Hal ini yang membuat keadaan jiwa remaja yang mudah goyah, timbul kebimbangan, kerisauan dan konflk batin. Selain itu juga remaja mulai menemukan pengalaman dan penghayatan ketuhanan yang bersifat individual dan sukar digambarkan kepada orang lain seperti dalam pertobatan.
Ciri-ciri kesadaran beragama yang menonjol pada masa remaja ialah[2]:
a.      Pengalaman ketuhananannya masih bersifat individual
Remaja makain mengenal dirinya. Ia menemukan “diri”nya bukan hanya sekedar badan jasmaniah, tetapim merupakan suatu kehidupan psikologis rohaniah berupa “pribadi”. Remaja bersifat kritis terhadap dirinya sendiri dan segala sesuatu yang menjadi milik pribadinya. Alam Penghayatan penemuan diri pribadi ini dinamakan “individuasi”, yaitu adanya garis pemisah yang tegas antara diri sendiri dan bukan diri sendiri, antara akua dan bukan aku, antara subjeek dan dunia sekitar.
Penemuan diri pribadinya sebagai sesuatu yang berdiri sendiri menimbulkan rasa kesepian dan rasa terpisah dari pribadi lainnya. Dalam rasa kesendiriannya, si remaja memerlukan kawan setia atau pribadi yang mampu menampung keluhan-keluhannya, melinddungi, membimbing, mendorong, dan memberi petunjuk jalan yang dapat mengembangkan kepribadiannya. Pribadi yang demikian sempurna itu sukar ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam pencariannya munkin si remaja menemukan tokoh ideal, akan tetapi tokoh ideal ini pun tidak sempurna. Si remaja dapat menemukan berbagai macam pandangan, ide, dan filsafat hidup yang mungkin bertentangan dengan keimanan yang telah menjadi bagian dari pribadinya.
Hal ini dapat menimbulkan kebimbangan dan konflik batin yang merupakan suatu penderitaan. Secara formal dapat menambah kedalaman alam perasaan, akan tetapi sekaligus menjadi bertambah labil. Ia sangat menderita dalam keadaan demikian, sehingga pada umumnya suasana jiwa dalam keadaan murung dan risau.
Keadaan labil yang menekan menyebabkan si remaja mencari ketentraman dan pegangan hidup. Hal itu yang menjadikan si remaja berpaling kepada tuhan sebagai satu-satunya pegangan hidup, pelindung, dan penunjuk jalan dalam kegoncangan psikologis yang dialaminya. Si remaja menemukan semua yang dibutuhkan itu dalam keimanan kepada tuhan. Bila ia telah beriman kepada tuhan berarti telah menemukan pegangan hidup dan sumber kesempurnaan yang dicarinya.
b.      Keimanannya makin menuju realitas yang sebenarnya
Remaja mulai berintropeksi diri, ia sibuk untuk bertanya-tanya pada orang lain tentang dirinya, tentang keimanan, dan kehidupan agamanya. Si remaja pun mulai mengerti bahwa kehidupan ini tidak hanya seperti yang dijumpainya secara konkret, tetapi mempunyai makna lebih dalam.
Gambaran tentang dunia pada masa remaja menjadi leb ih luas dan lebih kaya, karena tidak saja meliputi realitas yang fisik, tetapi mulai melebar kedunia dalam yang psikis dan rohaniah. Ia menghayati dan mengetahui tentang agama dan makna kehidupan beragama. Hal ini dapat menimbulkan usaha un tuk menganalisis pandangan agamanya serta mengilahnya dalam perspektif yang lebih luas dan ritis, sehingga pandangan hidupnya lebih otonom.
Dengan berkembangnya kemampuan berfikir secara abstrak, si remaja mampu pula menerima dan memahami ajaran agama yang berhubungan dengan masalah ghaib, abstrak dan rohaniah, seperti kehidupan alam kubur, surga, neraka, malaikat, jin, dan lainnya kemudian pemahaman itu meningkat bagaimana mengetahui tentang sifat-sifat tuhan yang tadinya oleh si remaja disejajarkan dengan sifat-sifat manusia berubah menjadi lebih abstrak dan mendalam.
c.       Peribadatan mulai disertai penghayatan yang tulus
Agama adalah pengalaman dan penghayatan dunia dalam seseorang tentang ketuhanan disertai keimanan dan peribadatan. Pengalaman dan penghayatan itu merangssang dan mendorong individu terhadap hakikat pengalaman kesucian, penghayatan “kehadiran” tuhan atau sesuatu yang dirasakannya supranatural dan di luar batas jangkauan dan kekuatan manusia. Keimanan akan timbul menyertai penghayatan ke-Tuhanan, sedangkan peribadatan yakni sikap dan tingkah laku keagamaan merupakan efek dari adanya penghayatan ke-tuhanan dan keimanan. Peribadatan merupakan bentuk realisasi keimanan.
Ibadah dalam arti luas adalah seluruh kehendak, cita-cita, sikap dan tingkah laku manusia yang berdasarkan penghayatan ke-Tuhanan disertai dengan niat atau kesengajaan yang ikhlas karena dan demi allah. Beribadah berarti melaksanakan semua perintah tuhan sesuai dengan kemampuan dan meninggalkan seluruh larangan-Nya dengan niat yang ikhlas. Unsure niat atau kesengajaan merupakan salah satu peentu berpahala tidaknya perbuatan dan tingkah laku sehari-hari.
Perpecahan dan kegoncangan kepribadian yang dialami remaja terlihat pula dalam lapangan peribadatan.  Ibadahnya secara berganti-ganti ditentukan oleh sikap terhadap dunia dalam dirinya sendiri. Ia sering tidak tahu sendiri, apa kemauannya. Kalau hari ini ia ingin melakukan sesuatu, esoknya ia telah berpaling lagi pada hal lain. Kalau hari ini ia ingin sholat khusyuk, esoknya ia tidak sholat lagi. Si remaja dapat menjadi seorang yang kelihatan paling beragama dengan melakukan ibadah yangintensif, seperti berpuasa berhari-hari, membaca Al-Qur’an berjam-jam atau berdoa setiap malam. Hal ini dimungkinkan oleh adanya dorongan hidup yang meluap-luap. Tetapi dapat pula si remaja menjadi orang yang menghindari peribadatan. Ia menolak pengikatan norma-norma agama, menolak keharusan-keharusan agama, malahan ingin mencoba melanggar larangan agama.
Pada masa remaja dimulai pembentukan dan perkembangan suatu system moral pribadi sejalan dengan pertumbuhan pengalaman keagamaan yang individual. Melalui kesadaran beragama dan pengalaman ketuhanan akhirnya remaja akan menemukan tuhannya, yang berarti menemukan kepribadiannya. Kesadaran beragamanya menjadi otonom, subjektif dan mandiri, sehingga sikap dan tingkah lakunya merupakan pencerminan keadaan dunia dalamnya, penampilan keimannan dan kepribadian yang mantap.  
B.     Aspek-aspek perkembangan fase remaja
1)      Perkembangan fisik (termasuk perkembangan psikoseksual)
Masa remaja ditandai dengan percepatan pertumbuhan fisik. Pertumbuhan perkembnagan fisik pada akhir masa remaja menunjukan terbentuknya remaja laki-laki sebagai bentuk khas laki-laki dan remaja perempuan menjadi bentuk khas perempuan.
Perkembangan fisik yang pesat pada diri remaja selalu diiringi dengan perkembangan psikoseksual, yang dalam hal ini akan dibahas meliputi[3]:
a)      Tanda-tanda pemaksaan seksual
Bersamaan dengan kematangan perkembangan fisik juga organ-organ seksual berkembang menjadi masak. Pada masa remaja ini nampak tanda-tanda perkembangan seksual primer dan sekunder. Tanda-tanda pemaksaan seksual primer adalah pemaksaan pada organ tubuh yang langsung berhubungan dengan pertumbuhan dan proses reproduksi, sedang tanda-tanda pemaksaan seksual sekunder, menunnjukan tanda-tanda khas sebagai laki-laki dan sebagai perempuan.
b)      Perbedaan kriteria pemaksaan seksual
Perbedaan kriteria pemaksaan seksual pada perempuan nampak lebih jelas dibanding laki-laki, pada perempuan ditandai dengan menarche (haid pertama), dan pada laki-laki ditandai adanya ejakulasi awal atau wet dream atau al-ihtilam.
c)      Perkembangan percintaan remaja
Seiring dengan kematangan seksual, menurut garrison (sunarto & Agung hartona, 1994) seorang remaja akan mengalami jatuh cinta didalam masa kehidupannya pada usia belasan tahun. Dalam perkembangan fisik pada usia tersebut telah mencapai kematangan seksual yang mempengaruhi seksual dan perkembangan sosialnya.
C.    Implikasi dalam pendidikan agama islam
1.      Karakteristik Pelajaran Pendidikan Agama Islam
Setiap mata pelajaran memiliki karakteristik tertentu yang membedakan dengan plajaran yang lain. Demikian halnya, mata pelajaran pendidikan agama Islam memiliki karakteristik sebagai berikut:
a)         Pendidikan agama Islam merupakan mata pelajaran yang dikembangkan dari ajaran pokok (dasar) yang terdapat dalam agama Islam.
b)         Dilihat dari segi muatanya, pendidikan agama Islam merupakan mata pelajaran pokok yang menjadi satu komponen yang tidak dapat dipisahkan dengan mata pelajaran yang lain yang betujuan untuk meningkatkan potensi spiritual dan membentuk peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia. Karena itulah semua pelajaran yang memiliki tujuan tersebut harus seiring dan sejalan dengan yang ingin dicapai oleh Pendidikan Agama Islam (PAI).
c)         Pendidikan agama Islam adalah mata pelajaran yang tidak hanya mengantarkan peserta didik dapat menguasai berbagai kajian keislaman, tetapi pendidikan agama Islam lebih menekankan bagaimana peserta didik mampu menguasai kajian keislaman tersebut sekaligus dapat mengamalkan dalam kehidupan sehari-hari di tengah-tengah masyarakat. Dengan demikian, pendidikan agama Islam tidak hanya menekankan aspek kognitif saja, tetapi lebih penting pada aspek afektif dan psikomotoriknya.
d)         Secara umum mata pelajaran pendidikan agama Islam didasarkan pada ketentuan-ketentuan yang ada pada dua sumber pkok Islam, yaitu Al-Qur’an dan Sunnah. Dengan metode ijtihat para ulama mengembangkan prinsip-prinsip Pendidikan agama Islam tersebut dengan lebih rinci dan detail dalam bentuk fiqh dan hasil-hasil ijtihat lainya.
e)         Prinsip-prinsip dasar pendidikan agama Islam tertuang dalam tiga kerangka dasar Islam, yaitu akidah, syariah dan akhlak. Akidah merupakan penjabaran dari konsep iman, syariah merupakan menabaran dari konsep Islam, syariah mempunyai dua dimensi pokok, yaitu ibadah dan muamalah, dan akhlak merupakan penjabaran dari konsep Ihsan. Dan ketiga prinsip dasar itulah berkembang berbagai kajian keislaman.
f)         Tujuan akhir dari mata pelajaran agama Islam di setiap jenjang pendidikan dirumuskan dalam berbagai redaksi, tetapi intinya adalah terbentuknya peserta didik yang memiliki akhlak mulia.
g)         Karena itulah maka Pendidikan agama Islam mrupakan mata pelajaran wajib yang harus diikuti oleh setiap peserta didik, terutama yang beragama Islam, atau yang beragama lain yangdidasari dengan kesadaran yang tulu dalam mengikutinya.[4]
2.      Implikasi dalam proses pembelajaran remaja
Pertumbuhan fisik remaja yang sangat pesat seringkali menimbulkan gangguan regulasi, tingkah laku dan bahkan keterasingan dengan diri sendiri. Untuk itu perlu adanya kegiatan-kegiatan olahraga untuk menyalurkan energi lebih yang dimilikinya.
Setelah mempertimbangkan kesadaran beragama pada fase remaja, kemudian pada aspek-aspek perkembangannya, Mengenai pengembangan aspek intelektual, kondisi psikologis yang perlu diciptakan dalam pendididkan adalah:
1.      Menerima peserta dididik (remaja) apa adanya tanpa syarat
2.      Menciptakan suasana yang membuat remaja merasa tidak terlalu dinilai
3.      Memahami kerangka berfikir remaja dan mampu menempatkan diri dalam dirinya (empati)
4.      Tidak lagi seorang pendidik bertugas bagaimana mengkongkritkan suatu materi, namun sudah sampai pada tahap pengenalan dan penanaman nilai dengan mempertimbangkan karakteristik remaja yang sudah mampu berfikir abstrak
Adapun untuk mengembangkan emosi remaja, inervensi edukaif yang dapat dilakukan salah satunya adalah dengan Self Science Curriculum[5], yaitu belajar mengembangkan diri, mengambil keputusan pribadi, mengelola perasaan, menangani stress berempati, berkomunikasi, membuka diri, mengembangkan pemahaman, menerima diri sendiri, mengembangkan tanggung jawab pribadi, mengembangkan ketegasan, dinamika kelompok, dan menyelesaikan konflik.




[1] Hasil perkuliahan dalam kelas dengan dosen pengampu Susilaningsih
[2] Abdul aziz ahyadi. Drs, psikologi agama (kepribadian muslim pancasila), Bandung: Sinar baru Algesindo, cet V 2005, hlm 44.
[3] Wiji hidayati & Sri Purnami, psikologi perkembangan, Yogyakarta: teras, 2008, hlm. 143
[4]Ichsan, 2007.”Prinsip Pembelajaran Tuntas mata pelajaran PAI”, Jurnal Pendidikan Agama Islam, Vol.IV,No. 1, 2007, Yogyakarta: Jurusan PAI Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga.  hal. 42-42




1 komentar: