PENDAHULUAN
I. Latar belakang masalah
Banyak orang yang bilang bahwa masa remaja
adalah masa gemilang, karena masa remaja adalah
fase dimana sesorang manusia akan mempersiapkan dirinya yang berperan
sebagai khalifah dimuka bumi ini dengan kesadaran akan tanggung jawab terhadap
sesama makhluk dan meneguhkan pengabdiannya kepada Allah melalui aktifitas amar
ma’ruf dan nahi munkar.
Namun kenyataan dilapangan justru kelompok
remajalah yang mempunyai tingkat kenakalan dan kerusakan terbesar, dengan
adanya kegoncangan internal dalam dirinya. Secara teori hal itu dikarenakan
beberapa faktor diantaranya karena fase remaja berada dalam masa peralihan dari
fase anak-anak menuju tingkat remaja sehingga banyak terjadi gap yang sering
tidak diketahui oleh orang-orang yang ada disekitarnya.
Hal ini yang membuat masalah ini menarik untuk
dikaji, dimana pendidikan sebagai usaha sadar yang sistematis dan terstruktur
dalam rangka mengembangkan potensi yang ada dalam diri manusia[1],
harus mampu mengatasi masalah-masalah tersebut.
Sehingga dalam makalah ini penulis mencoba
menganalisis dari perkembangan rasa agama remaja kemudian implikasinya terhadap
pendidikan agama islam dengan mempertimbangkan bebeapa aspek rasa agama pada
fase remaja.
II. Rumusan masalah
1.
Bagaimana kriteria kesadaran keberagamaan pada fase remaja ?
2.
Aspek-aspek perkembangan rasa agama pada fase remaja
3.
Bagaimana implikasinya terhadap pendidikan agama ?
III. Manfaat penulisan
Setelah mengetahui mengetahui criteria
kesadaran keberagamaan fase remaja, sehingga diharapkan kita sebagai
praktisi pendidikan mampu menciptakan formula baru dan mempunyai dasar menyusun
materi serta strategi yang tepat dalam mengatasi permasalahan rasa keagamaan
yang terjadi pada anak usia remaja.
PEMBAHASAN
A.
Kesadaran Beragama pada Masa Remaja
Sejalan dengan jiwa remaja yang berada dalam
masa transisi dari fase anak-anak menuju kedewasaan, maka kesadaran beragama
fase remaja berada pada fase peralihan dari kehidupan beragama anak-anak menuju
kemantapan beragama. Disamping keadaan jiwanya yang labil dan mengalami
kegoncangan, daya pemikiran abstrak, logic dan kritik mulai berkembang,
motivasinya mulai otonom dan tidak dikendalikan oleh dorongan biologis semata.
Hal ini yang membuat keadaan jiwa remaja yang mudah goyah, timbul kebimbangan,
kerisauan dan konflk batin. Selain itu juga remaja mulai menemukan pengalaman
dan penghayatan ketuhanan yang bersifat individual dan sukar digambarkan kepada
orang lain seperti dalam pertobatan.
Ciri-ciri kesadaran beragama yang menonjol pada
masa remaja ialah[2]:
a.
Pengalaman ketuhananannya masih bersifat individual
Remaja makain mengenal dirinya. Ia menemukan
“diri”nya bukan hanya sekedar badan jasmaniah, tetapim merupakan suatu
kehidupan psikologis rohaniah berupa “pribadi”. Remaja bersifat kritis terhadap
dirinya sendiri dan segala sesuatu yang menjadi milik pribadinya. Alam
Penghayatan penemuan diri pribadi ini dinamakan “individuasi”, yaitu adanya
garis pemisah yang tegas antara diri sendiri dan bukan diri sendiri, antara
akua dan bukan aku, antara subjeek dan dunia sekitar.
Penemuan diri pribadinya sebagai sesuatu yang
berdiri sendiri menimbulkan rasa kesepian dan rasa terpisah dari pribadi
lainnya. Dalam rasa kesendiriannya, si remaja memerlukan kawan setia atau
pribadi yang mampu menampung keluhan-keluhannya, melinddungi, membimbing,
mendorong, dan memberi petunjuk jalan yang dapat mengembangkan kepribadiannya.
Pribadi yang demikian sempurna itu sukar ditemukan dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam pencariannya munkin si remaja menemukan tokoh ideal, akan tetapi tokoh
ideal ini pun tidak sempurna. Si remaja dapat menemukan berbagai macam
pandangan, ide, dan filsafat hidup yang mungkin bertentangan dengan keimanan
yang telah menjadi bagian dari pribadinya.
Hal ini dapat menimbulkan kebimbangan dan
konflik batin yang merupakan suatu penderitaan. Secara formal dapat menambah
kedalaman alam perasaan, akan tetapi sekaligus menjadi bertambah labil. Ia
sangat menderita dalam keadaan demikian, sehingga pada umumnya suasana jiwa
dalam keadaan murung dan risau.
Keadaan labil yang menekan menyebabkan si remaja
mencari ketentraman dan pegangan hidup. Hal itu yang menjadikan si remaja
berpaling kepada tuhan sebagai satu-satunya pegangan hidup, pelindung, dan
penunjuk jalan dalam kegoncangan psikologis yang dialaminya. Si remaja
menemukan semua yang dibutuhkan itu dalam keimanan kepada tuhan. Bila ia telah
beriman kepada tuhan berarti telah menemukan pegangan hidup dan sumber
kesempurnaan yang dicarinya.
b.
Keimanannya makin menuju realitas yang sebenarnya
Remaja mulai berintropeksi diri, ia sibuk untuk
bertanya-tanya pada orang lain tentang dirinya, tentang keimanan, dan kehidupan
agamanya. Si remaja pun mulai mengerti bahwa kehidupan ini tidak hanya seperti
yang dijumpainya secara konkret, tetapi mempunyai makna lebih dalam.
Gambaran tentang dunia pada masa remaja menjadi
leb ih luas dan lebih kaya, karena tidak saja meliputi realitas yang fisik,
tetapi mulai melebar kedunia dalam yang psikis dan rohaniah. Ia menghayati dan
mengetahui tentang agama dan makna kehidupan beragama. Hal ini dapat
menimbulkan usaha un tuk menganalisis pandangan agamanya serta mengilahnya
dalam perspektif yang lebih luas dan ritis, sehingga pandangan hidupnya lebih
otonom.
Dengan berkembangnya kemampuan berfikir secara
abstrak, si remaja mampu pula menerima dan memahami ajaran agama yang
berhubungan dengan masalah ghaib, abstrak dan rohaniah, seperti kehidupan alam
kubur, surga, neraka, malaikat, jin, dan lainnya kemudian pemahaman itu
meningkat bagaimana mengetahui tentang sifat-sifat tuhan yang tadinya oleh si
remaja disejajarkan dengan sifat-sifat manusia berubah menjadi lebih abstrak
dan mendalam.
c.
Peribadatan mulai disertai penghayatan yang tulus
Agama adalah pengalaman dan penghayatan dunia
dalam seseorang tentang ketuhanan disertai keimanan dan peribadatan. Pengalaman
dan penghayatan itu merangssang dan mendorong individu terhadap hakikat
pengalaman kesucian, penghayatan “kehadiran” tuhan atau sesuatu yang
dirasakannya supranatural dan di luar batas jangkauan dan kekuatan manusia.
Keimanan akan timbul menyertai penghayatan ke-Tuhanan, sedangkan peribadatan yakni
sikap dan tingkah laku keagamaan merupakan efek dari adanya penghayatan
ke-tuhanan dan keimanan. Peribadatan merupakan bentuk realisasi keimanan.
Ibadah dalam arti luas adalah seluruh kehendak,
cita-cita, sikap dan tingkah laku manusia yang berdasarkan penghayatan
ke-Tuhanan disertai dengan niat atau kesengajaan yang ikhlas karena dan demi
allah. Beribadah berarti melaksanakan semua perintah tuhan sesuai dengan
kemampuan dan meninggalkan seluruh larangan-Nya dengan niat yang ikhlas. Unsure
niat atau kesengajaan merupakan salah satu peentu berpahala tidaknya perbuatan
dan tingkah laku sehari-hari.
Perpecahan dan kegoncangan kepribadian yang
dialami remaja terlihat pula dalam lapangan peribadatan. Ibadahnya secara
berganti-ganti ditentukan oleh sikap terhadap dunia dalam dirinya sendiri. Ia
sering tidak tahu sendiri, apa kemauannya. Kalau hari ini ia ingin melakukan
sesuatu, esoknya ia telah berpaling lagi pada hal lain. Kalau hari ini ia ingin
sholat khusyuk, esoknya ia tidak sholat lagi. Si remaja dapat menjadi seorang
yang kelihatan paling beragama dengan melakukan ibadah yangintensif, seperti
berpuasa berhari-hari, membaca Al-Qur’an berjam-jam atau berdoa setiap malam.
Hal ini dimungkinkan oleh adanya dorongan hidup yang meluap-luap. Tetapi dapat
pula si remaja menjadi orang yang menghindari peribadatan. Ia menolak
pengikatan norma-norma agama, menolak keharusan-keharusan agama, malahan ingin
mencoba melanggar larangan agama.
Pada masa remaja dimulai pembentukan dan
perkembangan suatu system moral pribadi sejalan dengan pertumbuhan pengalaman
keagamaan yang individual. Melalui kesadaran beragama dan pengalaman ketuhanan
akhirnya remaja akan menemukan tuhannya, yang berarti menemukan kepribadiannya.
Kesadaran beragamanya menjadi otonom, subjektif dan mandiri, sehingga sikap dan
tingkah lakunya merupakan pencerminan keadaan dunia dalamnya, penampilan
keimannan dan kepribadian yang mantap.
B.
Aspek-aspek perkembangan fase remaja
1)
Perkembangan fisik (termasuk perkembangan psikoseksual)
Masa remaja ditandai dengan percepatan
pertumbuhan fisik. Pertumbuhan perkembnagan fisik pada akhir masa remaja
menunjukan terbentuknya remaja laki-laki sebagai bentuk khas laki-laki dan
remaja perempuan menjadi bentuk khas perempuan.
Perkembangan fisik yang pesat pada diri remaja
selalu diiringi dengan perkembangan psikoseksual, yang dalam hal ini akan
dibahas meliputi[3]:
a)
Tanda-tanda pemaksaan seksual
Bersamaan dengan kematangan perkembangan fisik juga organ-organ seksual
berkembang menjadi masak. Pada masa remaja ini nampak tanda-tanda perkembangan
seksual primer dan sekunder. Tanda-tanda pemaksaan seksual primer adalah
pemaksaan pada organ tubuh yang langsung berhubungan dengan pertumbuhan dan
proses reproduksi, sedang tanda-tanda pemaksaan seksual sekunder, menunnjukan
tanda-tanda khas sebagai laki-laki dan sebagai perempuan.
b)
Perbedaan kriteria pemaksaan seksual
Perbedaan kriteria pemaksaan seksual pada perempuan nampak lebih jelas
dibanding laki-laki, pada perempuan ditandai dengan menarche (haid
pertama), dan pada laki-laki ditandai adanya ejakulasi awal atau wet dream
atau al-ihtilam.
c)
Perkembangan percintaan remaja
Seiring dengan kematangan seksual, menurut garrison (sunarto & Agung
hartona, 1994) seorang remaja akan mengalami jatuh cinta didalam masa
kehidupannya pada usia belasan tahun. Dalam perkembangan fisik pada usia
tersebut telah mencapai kematangan seksual yang mempengaruhi seksual dan
perkembangan sosialnya.
C.
Implikasi dalam pendidikan agama islam
1. Karakteristik
Pelajaran Pendidikan Agama Islam
Setiap mata pelajaran memiliki
karakteristik tertentu yang membedakan dengan plajaran yang lain. Demikian
halnya, mata pelajaran pendidikan agama Islam memiliki karakteristik sebagai
berikut:
a)
Pendidikan agama Islam merupakan mata pelajaran yang dikembangkan dari ajaran
pokok (dasar) yang terdapat dalam agama Islam.
b)
Dilihat dari segi muatanya, pendidikan agama Islam merupakan mata pelajaran
pokok yang menjadi satu komponen yang tidak dapat dipisahkan dengan mata
pelajaran yang lain yang betujuan untuk meningkatkan potensi spiritual dan
membentuk peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia. Karena itulah semua pelajaran yang
memiliki tujuan tersebut harus seiring dan sejalan dengan yang ingin dicapai
oleh Pendidikan Agama Islam (PAI).
c)
Pendidikan agama Islam adalah mata pelajaran yang tidak hanya mengantarkan
peserta didik dapat menguasai berbagai kajian keislaman, tetapi pendidikan
agama Islam lebih menekankan bagaimana peserta didik mampu menguasai kajian
keislaman tersebut sekaligus dapat mengamalkan dalam kehidupan sehari-hari di
tengah-tengah masyarakat. Dengan demikian, pendidikan agama Islam tidak hanya
menekankan aspek kognitif saja, tetapi lebih penting pada aspek afektif dan
psikomotoriknya.
d) Secara umum mata
pelajaran pendidikan agama Islam didasarkan pada ketentuan-ketentuan yang ada
pada dua sumber pkok Islam, yaitu Al-Qur’an dan Sunnah. Dengan metode ijtihat
para ulama mengembangkan prinsip-prinsip Pendidikan agama Islam tersebut dengan
lebih rinci dan detail dalam bentuk fiqh dan hasil-hasil ijtihat lainya.
e)
Prinsip-prinsip dasar pendidikan agama Islam tertuang dalam tiga kerangka dasar
Islam, yaitu akidah, syariah dan akhlak. Akidah merupakan penjabaran dari
konsep iman, syariah merupakan menabaran dari konsep Islam, syariah mempunyai
dua dimensi pokok, yaitu ibadah dan muamalah, dan akhlak merupakan penjabaran
dari konsep Ihsan. Dan ketiga prinsip dasar itulah berkembang berbagai kajian
keislaman.
f)
Tujuan akhir dari mata pelajaran agama Islam di setiap jenjang pendidikan
dirumuskan dalam berbagai redaksi, tetapi intinya adalah terbentuknya peserta
didik yang memiliki akhlak mulia.
g)
Karena itulah maka Pendidikan agama Islam mrupakan mata pelajaran wajib yang
harus diikuti oleh setiap peserta didik, terutama yang beragama Islam, atau
yang beragama lain yangdidasari dengan kesadaran yang tulu dalam mengikutinya.[4]
2. Implikasi dalam proses pembelajaran remaja
Pertumbuhan fisik remaja yang sangat pesat
seringkali menimbulkan gangguan regulasi, tingkah laku dan bahkan keterasingan
dengan diri sendiri. Untuk itu perlu adanya kegiatan-kegiatan olahraga untuk
menyalurkan energi lebih yang dimilikinya.
Setelah mempertimbangkan kesadaran beragama pada
fase remaja, kemudian pada aspek-aspek perkembangannya, Mengenai pengembangan aspek intelektual, kondisi psikologis yang perlu
diciptakan dalam pendididkan adalah:
1.
Menerima peserta dididik (remaja) apa adanya tanpa syarat
2.
Menciptakan suasana yang membuat remaja merasa tidak terlalu dinilai
3.
Memahami kerangka berfikir remaja dan mampu menempatkan diri dalam dirinya
(empati)
4.
Tidak lagi seorang pendidik bertugas bagaimana mengkongkritkan suatu
materi, namun sudah sampai pada tahap pengenalan dan penanaman nilai dengan
mempertimbangkan karakteristik remaja yang sudah mampu berfikir abstrak
Adapun untuk mengembangkan emosi remaja,
inervensi edukaif yang dapat dilakukan salah satunya adalah dengan Self
Science Curriculum[5],
yaitu belajar mengembangkan diri, mengambil keputusan pribadi, mengelola
perasaan, menangani stress berempati, berkomunikasi, membuka diri,
mengembangkan pemahaman, menerima diri sendiri, mengembangkan tanggung jawab
pribadi, mengembangkan ketegasan, dinamika kelompok, dan menyelesaikan konflik.
[2] Abdul aziz ahyadi. Drs, psikologi agama (kepribadian muslim pancasila),
Bandung: Sinar baru Algesindo, cet V 2005, hlm 44.
[4]Ichsan, 2007.”Prinsip Pembelajaran
Tuntas mata pelajaran PAI”, Jurnal Pendidikan Agama Islam, Vol.IV,No. 1,
2007, Yogyakarta: Jurusan PAI Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga. hal.
42-42
Reaksi:
|







ABOUT ME
apakah tujuan hidupmu?
Total Pageviews
POTRET PENDIDIKAN
Loading...
Hal ini yang membuat masalah ini menarik untuk
dikaji, dimana pendidikan sebagai usaha sadar yang sistematis dan terstruktur
dalam rangka mengembangkan potensi yang ada dalam diri manusia[1],
harus mampu mengatasi masalah-masalah tersebut.
Sehingga dalam makalah ini penulis mencoba
menganalisis dari perkembangan rasa agama remaja kemudian implikasinya terhadap
pendidikan agama islam dengan mempertimbangkan bebeapa aspek rasa agama pada
fase remaja.
II. Rumusan masalah
1.
Bagaimana kriteria kesadaran keberagamaan pada fase remaja ?
2.
Aspek-aspek perkembangan rasa agama pada fase remaja
3.
Bagaimana implikasinya terhadap pendidikan agama ?
III. Manfaat penulisan
Setelah mengetahui mengetahui criteria
kesadaran keberagamaan fase remaja, sehingga diharapkan kita sebagai
praktisi pendidikan mampu menciptakan formula baru dan mempunyai dasar menyusun
materi serta strategi yang tepat dalam mengatasi permasalahan rasa keagamaan
yang terjadi pada anak usia remaja.
PEMBAHASAN
A.
Kesadaran Beragama pada Masa Remaja
Sejalan dengan jiwa remaja yang berada dalam
masa transisi dari fase anak-anak menuju kedewasaan, maka kesadaran beragama
fase remaja berada pada fase peralihan dari kehidupan beragama anak-anak menuju
kemantapan beragama. Disamping keadaan jiwanya yang labil dan mengalami
kegoncangan, daya pemikiran abstrak, logic dan kritik mulai berkembang,
motivasinya mulai otonom dan tidak dikendalikan oleh dorongan biologis semata.
Hal ini yang membuat keadaan jiwa remaja yang mudah goyah, timbul kebimbangan,
kerisauan dan konflk batin. Selain itu juga remaja mulai menemukan pengalaman
dan penghayatan ketuhanan yang bersifat individual dan sukar digambarkan kepada
orang lain seperti dalam pertobatan.
Ciri-ciri kesadaran beragama yang menonjol pada
masa remaja ialah[2]:
a.
Pengalaman ketuhananannya masih bersifat individual
Remaja makain mengenal dirinya. Ia menemukan
“diri”nya bukan hanya sekedar badan jasmaniah, tetapim merupakan suatu
kehidupan psikologis rohaniah berupa “pribadi”. Remaja bersifat kritis terhadap
dirinya sendiri dan segala sesuatu yang menjadi milik pribadinya. Alam
Penghayatan penemuan diri pribadi ini dinamakan “individuasi”, yaitu adanya
garis pemisah yang tegas antara diri sendiri dan bukan diri sendiri, antara
akua dan bukan aku, antara subjeek dan dunia sekitar.
Penemuan diri pribadinya sebagai sesuatu yang
berdiri sendiri menimbulkan rasa kesepian dan rasa terpisah dari pribadi
lainnya. Dalam rasa kesendiriannya, si remaja memerlukan kawan setia atau
pribadi yang mampu menampung keluhan-keluhannya, melinddungi, membimbing,
mendorong, dan memberi petunjuk jalan yang dapat mengembangkan kepribadiannya.
Pribadi yang demikian sempurna itu sukar ditemukan dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam pencariannya munkin si remaja menemukan tokoh ideal, akan tetapi tokoh
ideal ini pun tidak sempurna. Si remaja dapat menemukan berbagai macam
pandangan, ide, dan filsafat hidup yang mungkin bertentangan dengan keimanan
yang telah menjadi bagian dari pribadinya.
Hal ini dapat menimbulkan kebimbangan dan
konflik batin yang merupakan suatu penderitaan. Secara formal dapat menambah
kedalaman alam perasaan, akan tetapi sekaligus menjadi bertambah labil. Ia
sangat menderita dalam keadaan demikian, sehingga pada umumnya suasana jiwa
dalam keadaan murung dan risau.
Keadaan labil yang menekan menyebabkan si remaja
mencari ketentraman dan pegangan hidup. Hal itu yang menjadikan si remaja
berpaling kepada tuhan sebagai satu-satunya pegangan hidup, pelindung, dan
penunjuk jalan dalam kegoncangan psikologis yang dialaminya. Si remaja
menemukan semua yang dibutuhkan itu dalam keimanan kepada tuhan. Bila ia telah
beriman kepada tuhan berarti telah menemukan pegangan hidup dan sumber
kesempurnaan yang dicarinya.
b.
Keimanannya makin menuju realitas yang sebenarnya
Remaja mulai berintropeksi diri, ia sibuk untuk
bertanya-tanya pada orang lain tentang dirinya, tentang keimanan, dan kehidupan
agamanya. Si remaja pun mulai mengerti bahwa kehidupan ini tidak hanya seperti
yang dijumpainya secara konkret, tetapi mempunyai makna lebih dalam.
Gambaran tentang dunia pada masa remaja menjadi
leb ih luas dan lebih kaya, karena tidak saja meliputi realitas yang fisik,
tetapi mulai melebar kedunia dalam yang psikis dan rohaniah. Ia menghayati dan
mengetahui tentang agama dan makna kehidupan beragama. Hal ini dapat
menimbulkan usaha un tuk menganalisis pandangan agamanya serta mengilahnya
dalam perspektif yang lebih luas dan ritis, sehingga pandangan hidupnya lebih
otonom.
Dengan berkembangnya kemampuan berfikir secara
abstrak, si remaja mampu pula menerima dan memahami ajaran agama yang
berhubungan dengan masalah ghaib, abstrak dan rohaniah, seperti kehidupan alam
kubur, surga, neraka, malaikat, jin, dan lainnya kemudian pemahaman itu
meningkat bagaimana mengetahui tentang sifat-sifat tuhan yang tadinya oleh si
remaja disejajarkan dengan sifat-sifat manusia berubah menjadi lebih abstrak
dan mendalam.
c.
Peribadatan mulai disertai penghayatan yang tulus
Agama adalah pengalaman dan penghayatan dunia
dalam seseorang tentang ketuhanan disertai keimanan dan peribadatan. Pengalaman
dan penghayatan itu merangssang dan mendorong individu terhadap hakikat
pengalaman kesucian, penghayatan “kehadiran” tuhan atau sesuatu yang
dirasakannya supranatural dan di luar batas jangkauan dan kekuatan manusia.
Keimanan akan timbul menyertai penghayatan ke-Tuhanan, sedangkan peribadatan yakni
sikap dan tingkah laku keagamaan merupakan efek dari adanya penghayatan
ke-tuhanan dan keimanan. Peribadatan merupakan bentuk realisasi keimanan.
Ibadah dalam arti luas adalah seluruh kehendak,
cita-cita, sikap dan tingkah laku manusia yang berdasarkan penghayatan
ke-Tuhanan disertai dengan niat atau kesengajaan yang ikhlas karena dan demi
allah. Beribadah berarti melaksanakan semua perintah tuhan sesuai dengan
kemampuan dan meninggalkan seluruh larangan-Nya dengan niat yang ikhlas. Unsure
niat atau kesengajaan merupakan salah satu peentu berpahala tidaknya perbuatan
dan tingkah laku sehari-hari.
Perpecahan dan kegoncangan kepribadian yang
dialami remaja terlihat pula dalam lapangan peribadatan. Ibadahnya secara
berganti-ganti ditentukan oleh sikap terhadap dunia dalam dirinya sendiri. Ia
sering tidak tahu sendiri, apa kemauannya. Kalau hari ini ia ingin melakukan
sesuatu, esoknya ia telah berpaling lagi pada hal lain. Kalau hari ini ia ingin
sholat khusyuk, esoknya ia tidak sholat lagi. Si remaja dapat menjadi seorang
yang kelihatan paling beragama dengan melakukan ibadah yangintensif, seperti
berpuasa berhari-hari, membaca Al-Qur’an berjam-jam atau berdoa setiap malam.
Hal ini dimungkinkan oleh adanya dorongan hidup yang meluap-luap. Tetapi dapat
pula si remaja menjadi orang yang menghindari peribadatan. Ia menolak
pengikatan norma-norma agama, menolak keharusan-keharusan agama, malahan ingin
mencoba melanggar larangan agama.
Pada masa remaja dimulai pembentukan dan
perkembangan suatu system moral pribadi sejalan dengan pertumbuhan pengalaman
keagamaan yang individual. Melalui kesadaran beragama dan pengalaman ketuhanan
akhirnya remaja akan menemukan tuhannya, yang berarti menemukan kepribadiannya.
Kesadaran beragamanya menjadi otonom, subjektif dan mandiri, sehingga sikap dan
tingkah lakunya merupakan pencerminan keadaan dunia dalamnya, penampilan
keimannan dan kepribadian yang mantap.
B.
Aspek-aspek perkembangan fase remaja
1)
Perkembangan fisik (termasuk perkembangan psikoseksual)
Masa remaja ditandai dengan percepatan
pertumbuhan fisik. Pertumbuhan perkembnagan fisik pada akhir masa remaja
menunjukan terbentuknya remaja laki-laki sebagai bentuk khas laki-laki dan
remaja perempuan menjadi bentuk khas perempuan.
Perkembangan fisik yang pesat pada diri remaja
selalu diiringi dengan perkembangan psikoseksual, yang dalam hal ini akan
dibahas meliputi[3]:
a)
Tanda-tanda pemaksaan seksual
Bersamaan dengan kematangan perkembangan fisik juga organ-organ seksual
berkembang menjadi masak. Pada masa remaja ini nampak tanda-tanda perkembangan
seksual primer dan sekunder. Tanda-tanda pemaksaan seksual primer adalah
pemaksaan pada organ tubuh yang langsung berhubungan dengan pertumbuhan dan
proses reproduksi, sedang tanda-tanda pemaksaan seksual sekunder, menunnjukan
tanda-tanda khas sebagai laki-laki dan sebagai perempuan.
b)
Perbedaan kriteria pemaksaan seksual
Perbedaan kriteria pemaksaan seksual pada perempuan nampak lebih jelas
dibanding laki-laki, pada perempuan ditandai dengan menarche (haid
pertama), dan pada laki-laki ditandai adanya ejakulasi awal atau wet dream
atau al-ihtilam.
c)
Perkembangan percintaan remaja
Seiring dengan kematangan seksual, menurut garrison (sunarto & Agung
hartona, 1994) seorang remaja akan mengalami jatuh cinta didalam masa
kehidupannya pada usia belasan tahun. Dalam perkembangan fisik pada usia
tersebut telah mencapai kematangan seksual yang mempengaruhi seksual dan
perkembangan sosialnya.
C.
Implikasi dalam pendidikan agama islam
1. Karakteristik
Pelajaran Pendidikan Agama Islam
Setiap mata pelajaran memiliki
karakteristik tertentu yang membedakan dengan plajaran yang lain. Demikian
halnya, mata pelajaran pendidikan agama Islam memiliki karakteristik sebagai
berikut:
a)
Pendidikan agama Islam merupakan mata pelajaran yang dikembangkan dari ajaran
pokok (dasar) yang terdapat dalam agama Islam.
b)
Dilihat dari segi muatanya, pendidikan agama Islam merupakan mata pelajaran
pokok yang menjadi satu komponen yang tidak dapat dipisahkan dengan mata
pelajaran yang lain yang betujuan untuk meningkatkan potensi spiritual dan
membentuk peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia. Karena itulah semua pelajaran yang
memiliki tujuan tersebut harus seiring dan sejalan dengan yang ingin dicapai
oleh Pendidikan Agama Islam (PAI).
c)
Pendidikan agama Islam adalah mata pelajaran yang tidak hanya mengantarkan
peserta didik dapat menguasai berbagai kajian keislaman, tetapi pendidikan
agama Islam lebih menekankan bagaimana peserta didik mampu menguasai kajian
keislaman tersebut sekaligus dapat mengamalkan dalam kehidupan sehari-hari di
tengah-tengah masyarakat. Dengan demikian, pendidikan agama Islam tidak hanya
menekankan aspek kognitif saja, tetapi lebih penting pada aspek afektif dan
psikomotoriknya.
d) Secara umum mata
pelajaran pendidikan agama Islam didasarkan pada ketentuan-ketentuan yang ada
pada dua sumber pkok Islam, yaitu Al-Qur’an dan Sunnah. Dengan metode ijtihat
para ulama mengembangkan prinsip-prinsip Pendidikan agama Islam tersebut dengan
lebih rinci dan detail dalam bentuk fiqh dan hasil-hasil ijtihat lainya.
e)
Prinsip-prinsip dasar pendidikan agama Islam tertuang dalam tiga kerangka dasar
Islam, yaitu akidah, syariah dan akhlak. Akidah merupakan penjabaran dari
konsep iman, syariah merupakan menabaran dari konsep Islam, syariah mempunyai
dua dimensi pokok, yaitu ibadah dan muamalah, dan akhlak merupakan penjabaran
dari konsep Ihsan. Dan ketiga prinsip dasar itulah berkembang berbagai kajian
keislaman.
f)
Tujuan akhir dari mata pelajaran agama Islam di setiap jenjang pendidikan
dirumuskan dalam berbagai redaksi, tetapi intinya adalah terbentuknya peserta
didik yang memiliki akhlak mulia.
g)
Karena itulah maka Pendidikan agama Islam mrupakan mata pelajaran wajib yang
harus diikuti oleh setiap peserta didik, terutama yang beragama Islam, atau
yang beragama lain yangdidasari dengan kesadaran yang tulu dalam mengikutinya.[4]
2. Implikasi dalam proses pembelajaran remaja
Pertumbuhan fisik remaja yang sangat pesat
seringkali menimbulkan gangguan regulasi, tingkah laku dan bahkan keterasingan
dengan diri sendiri. Untuk itu perlu adanya kegiatan-kegiatan olahraga untuk
menyalurkan energi lebih yang dimilikinya.
Setelah mempertimbangkan kesadaran beragama pada
fase remaja, kemudian pada aspek-aspek perkembangannya, Mengenai pengembangan aspek intelektual, kondisi psikologis yang perlu
diciptakan dalam pendididkan adalah:
1.
Menerima peserta dididik (remaja) apa adanya tanpa syarat
2.
Menciptakan suasana yang membuat remaja merasa tidak terlalu dinilai
3.
Memahami kerangka berfikir remaja dan mampu menempatkan diri dalam dirinya
(empati)
4.
Tidak lagi seorang pendidik bertugas bagaimana mengkongkritkan suatu
materi, namun sudah sampai pada tahap pengenalan dan penanaman nilai dengan
mempertimbangkan karakteristik remaja yang sudah mampu berfikir abstrak
Adapun untuk mengembangkan emosi remaja,
inervensi edukaif yang dapat dilakukan salah satunya adalah dengan Self
Science Curriculum[5],
yaitu belajar mengembangkan diri, mengambil keputusan pribadi, mengelola
perasaan, menangani stress berempati, berkomunikasi, membuka diri,
mengembangkan pemahaman, menerima diri sendiri, mengembangkan tanggung jawab
pribadi, mengembangkan ketegasan, dinamika kelompok, dan menyelesaikan konflik.
[2] Abdul aziz ahyadi. Drs, psikologi agama (kepribadian muslim pancasila),
Bandung: Sinar baru Algesindo, cet V 2005, hlm 44.
[4]Ichsan, 2007.”Prinsip Pembelajaran
Tuntas mata pelajaran PAI”, Jurnal Pendidikan Agama Islam, Vol.IV,No. 1,
2007, Yogyakarta: Jurusan PAI Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga. hal.
42-42
iyelaah tuu..
BalasHapus